Dolar AS Melemah, Emas Kian Bersinar Sebagai Pilihan Investasi

Emas menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi menurunnya dominasi dolar Amerika Serikat (AS) sebagai cadangan mata uang dunia. Hal ini didorong oleh langkah negara-negara anggota BRICS serta peningkatan pembelian emas oleh bank sentral di berbagai negara dalam beberapa tahun terakhir. Namun, apakah emas mampu benar-benar menantang hegemoni dolar AS?  



Menurut data Atlantic Council yang dilansir Kitco News (13/8), pangsa pasar dolar AS dalam cadangan devisa global telah turun secara signifikan. Pada 2022, dolar mendominasi 72% dari total cadangan devisa dunia, namun pada 2024, angka ini menurun menjadi 58%. 

Dolar AS Melemah, Emas Kian Bersinar Sebagai Pilihan Investasi

Laporan tersebut menegaskan bahwa meskipun dolar masih menjadi mata uang cadangan utama sejak Perang Dunia II, peran ini kini mulai tergerus. Posisi kedua ditempati euro, dengan pangsa 20% dari total cadangan devisa global.  

Tren ini semakin terlihat jelas dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah invasi Rusia ke Ukraina. Eskalasi penggunaan sanksi keuangan oleh Kelompok Tujuh (G7) juga memicu sejumlah negara untuk mulai mendiversifikasi cadangan devisa mereka dari dolar AS. 

Selain itu, gerakan dedolarisasi ini kian cepat berkembang dengan pertumbuhan pengaruh BRICS di panggung global.

BRICS dan Yuan: Tantangan bagi Dominasi Dolar AS


Dalam 24 bulan terakhir, BRICS yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan ditambah anggota baru seperti Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab telah gencar mendorong penggunaan mata uang nasional dalam perdagangan internasional. 

Arab Saudi juga dikabarkan sedang mempertimbangkan untuk bergabung, semakin memperkuat pengaruh kelompok ini.  

Tiongkok memainkan peran penting dalam perubahan ini dengan memperluas sistem pembayaran alternatif bagi mitra dagangnya dan meningkatkan penggunaan yuan secara global. 

Menurut laporan Atlantic Council, proyek ini menjadikan BRICS sebagai ancaman potensial bagi dominasi dolar AS. Niat para anggotanya untuk lebih banyak berdagang menggunakan mata uang nasional, ditambah meningkatnya kontribusi BRICS terhadap PDB global, semakin memperkuat tren ini. 

Di antara mata uang negara anggota, yuan memiliki potensi besar untuk bersaing dengan dolar sebagai mata uang perdagangan dan cadangan global.  

Namun, yuan juga menghadapi tantangan. Masalah domestik seperti krisis di pasar real estate Tiongkok telah melemahkan posisi yuan terhadap dolar AS dalam cadangan devisa dunia. 

Laporan Atlantic Council mencatat bahwa pada kuartal terakhir 2023, pangsa yuan dalam cadangan devisa global turun menjadi 2,3%, setelah sebelumnya mencapai puncaknya di 2,8% pada 2022.  

Meski demikian, dorongan BRICS untuk menciptakan alternatif bagi dolar tetap menjadi perhatian utama dalam lanskap ekonomi global. 

Euro dan Yuan: Kandidat Terkuat Mata Uang Cadangan Dunia


Menurut laporan Atlantic Council, ada enam kualitas penting yang harus dimiliki sebuah mata uang untuk menjadi cadangan devisa global. Berdasarkan kriteria tersebut, euro saat ini dianggap sebagai kandidat paling layak setelah dolar AS. 

Dengan pangsa 20% dalam cadangan devisa dunia, euro menunjukkan stabilitas yang membuatnya menjadi pilihan utama di belakang dolar.  

Sementara itu, yuan berada di posisi ketiga dalam daftar kandidat potensial. Meskipun popularitasnya meningkat terutama di kawasan Asia dan dalam perdagangan BRICS, tantangan ekonomi domestik seperti perlambatan pertumbuhan dan krisis real estate di Tiongkok mengurangi daya saing yuan sebagai mata uang cadangan global.  

Laporan tersebut menyoroti bahwa, meski yuan memiliki potensi jangka panjang, euro saat ini lebih memenuhi kriteria utama untuk menopang sistem keuangan global. 

Hal ini mencerminkan posisi unik euro dalam mendukung stabilitas dan diversifikasi dalam cadangan devisa dunia.

Bank Sentral Tingkatkan Cadangan Emas, Apa Alasannya?


Di tengah tantangan global terhadap dominasi dolar AS, emas muncul sebagai komoditas yang semakin diminati, khususnya oleh negara-negara anggota BRICS. 

Atlantic Council mencatat bahwa sejak 2018, negara-negara ini telah mempercepat akumulasi emas, meskipun harganya sedang tinggi. Tren ini bahkan lebih signifikan dibandingkan dengan negara lain di dunia.  

Porsi emas dalam cadangan internasional terus meningkat sejak 2019, melonjak dari 10% menjadi hampir 16% saat ini. 

Data terbaru menunjukkan bank sentral global kini menguasai lebih dari 35.000 ton emas, yang mencakup hampir 20% dari total emas yang pernah ditambang.  

Pembelian emas oleh bank sentral dipicu oleh berbagai alasan, seperti:  
 

1. Perlindungan Risiko Geopolitik: Emas dianggap sebagai aset yang aman di tengah ketidakpastian global.

  
2. Lindung Nilai Terhadap Inflasi: Nilai emas cenderung stabil, sehingga membantu menjaga daya beli di masa krisis.  


3. Safe Haven Ekonomi: Saat ekonomi melemah, emas tetap menjadi pilihan utama karena bebas dari risiko kredit.  

Selain alasan strategis, permintaan emas juga meningkat dari sektor non-institusional seperti koin, batangan, hingga ETF. Industri perhiasan pun terus berkontribusi signifikan terhadap lonjakan permintaan emas global.  

Di saat ketidakpastian ekonomi dan politik meningkat, emas tetap menjadi pilihan utama untuk diversifikasi dan perlindungan aset, baik bagi bank sentral maupun investor individu.

Bank Sentral Makin Agresif Memborong Emas: Apa Penyebabnya?


Sejak 2022, permintaan emas oleh bank-bank sentral dunia terus meningkat. Tren ini bertepatan dengan sejumlah faktor global, seperti invasi Rusia ke Ukraina, lonjakan inflasi, penguatan dolar AS, serta ketidakpastian geopolitik yang terus meningkat. 

Menurut laporan, hampir sepertiga bank sentral di dunia berencana menambah cadangan emas mereka pada 2024.  

Laporan International Monetary Fund (IMF) pada Juni 2024 mengungkapkan penurunan bertahap dalam porsi dolar AS sebagai cadangan devisa global. 

Menariknya, penurunan ini tidak diikuti oleh peningkatan signifikan pada mata uang utama lainnya, seperti euro, yen, atau poundsterling. Sebaliknya, emas menjadi alternatif utama yang dipilih oleh banyak negara.  

Salah satu pemicu utama peningkatan permintaan emas adalah sanksi keuangan yang diberlakukan oleh AS terhadap Rusia setelah invasi ke Ukraina. 

Bank sentral, khususnya di negara-negara berkembang, melihat emas sebagai langkah perlindungan terhadap ketidakpastian kebijakan ekonomi dan risiko geopolitik global.  

Keputusan untuk mengakumulasi emas semakin mencerminkan pergeseran menuju diversifikasi aset cadangan, menjauh dari ketergantungan pada dolar AS. Dengan tren ini, emas terus memperkuat posisinya sebagai aset safe haven yang strategis di tengah tantangan global.

Peningkatan permintaan emas oleh bank-bank sentral sejak 2022 menunjukkan respons global terhadap ketidakpastian ekonomi dan geopolitik. 

Faktor seperti invasi Rusia ke Ukraina, lonjakan inflasi, dan penguatan dolar AS telah mendorong negara-negara untuk mencari alternatif cadangan yang lebih stabil dan aman.  

Penurunan porsi dolar AS dalam cadangan devisa global, yang tidak diimbangi peningkatan signifikan oleh mata uang utama lain, mempertegas peran emas sebagai aset lindung nilai yang andal. 

Langkah ini sekaligus mencerminkan pergeseran strategi banyak negara, khususnya negara berkembang, untuk mengurangi ketergantungan pada dolar dan memperkuat cadangan melalui aset yang lebih tahan terhadap risiko ekonomi dan politik.  

Dengan tren ini, emas semakin mengukuhkan posisinya sebagai pilihan utama dalam diversifikasi cadangan internasional di tengah perubahan lanskap ekonomi global.

Dolar AS Melemah, Emas Kian Bersinar Sebagai Pilihan Investasi Dolar AS Melemah, Emas Kian Bersinar Sebagai Pilihan Investasi Reviewed by Dita Khafifah on November 11, 2024 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.