Dengan dukungan potensi permintaan yang terus meningkat dalam jangka panjang dan pasokan yang terbatas, penurunan harga emas saat ini di bawah US$2.600 per ons justru bisa menjadi momentum beli. Aksi borong oleh bank sentral dan meningkatnya minat investor sebelumnya telah mendorong harga emas mencapai rekor tertinggi, dan aksi borong ini diperkirakan akan terus berlanjut.
Dilansir dari Kitco News (13/11), penurunan harga emas baru-baru ini telah membuat beberapa pihak meragukan kemampuan logam mulia untuk melanjutkan tren kenaikan.
Namun, emas masih memiliki dukungan kuat baik dari faktor fundamental maupun teknikal untuk melanjutkan reli jangka panjang. Axel Rudolph, analis teknikal senior di IG London, menilai stabilitas tren kenaikan jangka panjang emas masih terjaga.
Pembelian emas oleh bank sentral telah mencapai level historis, dengan hampir 400 ton dibeli pada paruh pertama tahun 2022 saja, mencatatkan laju tercepat dalam 55 tahun terakhir.
Bahkan, pada Juli 2024, pembelian global mencapai titik tertinggi dalam hampir 14 tahun.
Menurut Axel Rudolph, lonjakan ini menunjukkan perubahan signifikan, karena bank sentral telah beralih dari penjual bersih (net seller) menjadi pembeli bersih (net buyer) dalam satu dekade terakhir.
Lembaga-lembaga besar seperti di Rusia, Tiongkok, India, Polandia, dan Hungaria telah meningkatkan cadangan emas mereka secara substansial. Motivasi utama di balik tren ini adalah diversifikasi, di mana bank sentral berusaha mengurangi ketergantungan mereka pada mata uang dan obligasi.
Mengingat utang global yang terus melonjak, emas kini berfungsi sebagai lindung nilai yang penting terhadap risiko pasar.
Pembelian besar-besaran dari bank sentral ini telah menciptakan dorongan yang berkelanjutan bagi harga emas, yang sempat mencatat rekor tertinggi hampir mencapai US$2.800 per ons beberapa pekan lalu.
Dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan geopolitik dan inflasi yang merajalela telah meningkatkan daya tarik emas sebagai aset safe haven.
Invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, misalnya, memicu volatilitas pasar yang signifikan, mendorong banyak investor untuk beralih ke emas sebagai perlindungan.
Lonjakan inflasi pada 2021 hingga pertengahan 2023 juga menambah daya tarik emas sebagai penyimpan nilai. Negara-negara ekonomi besar, seperti AS dan Eropa, mengalami inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir, yang akhirnya mereda.
Namun, meskipun inflasi mulai menurun sejak pertengahan 2023, Axel Rudolph yakin investor tetap melihat emas sebagai pilihan yang solid untuk menjaga daya beli.
Kombinasi ketidakpastian geopolitik dan kekhawatiran tentang inflasi, bahkan setelah kemenangan Donald Trump sebagai presiden AS, telah menciptakan fondasi kuat untuk permintaan emas yang berkelanjutan.
Meskipun ada harapan bahwa kemenangan Trump dapat membantu mengakhiri perang di Ukraina, ketegangan geopolitik lainnya, seperti potensi invasi Taiwan oleh Tiongkok dan eskalasi antara Israel dan Iran, tetap tinggi.
Rudolph juga memprediksi kemungkinan inflasi putaran berikutnya, dengan kebijakan ekonomi Trump yang berpotensi memicu tarif impor yang lebih tinggi, bahkan pada sekutu AS, yang dapat menciptakan spiral inflasi baru dan mendorong harga emas lebih tinggi.
Faktor lain yang mendukung harga emas adalah pemulihan permintaan perhiasan, yang semakin memperkuat kasus investasi emas. Setelah pandemi Covid-19, permintaan perhiasan emas mengalami lonjakan signifikan karena pembatasan sosial global mulai dilonggarkan dan kepercayaan konsumen kembali pulih.
Faktor budaya juga memainkan peran penting dalam mempertahankan permintaan perhiasan yang kuat, terutama di wilayah-wilayah yang menganggap emas sebagai simbol penting dalam pernikahan dan pemberian hadiah.
World Gold Council memproyeksikan pertumbuhan berkelanjutan dalam permintaan perhiasan tahunan, didorong oleh peningkatan kekayaan di negara-negara berkembang.
Negara-negara dengan populasi besar seperti India dan Tiongkok menjadi pasar dengan potensi permintaan emas yang besar dan belum sepenuhnya dimanfaatkan.
Keempat, pasokan emas yang terbatas menjadi faktor lain yang mendukung pasar emas. Meskipun harga terus naik, produksi emas tetap stagnan selama dekade terakhir, menciptakan ketidakseimbangan signifikan antara pasokan dan permintaan.
Beberapa faktor yang membatasi produksi emas antara lain penurunan kadar bijih emas, kelangkaan penemuan deposit baru yang besar, serta meningkatnya risiko politik di wilayah penghasil utama.
Masalah lingkungan juga turut membatasi perluasan operasi penambangan.
Rudolph mengungkapkan bahwa kombinasi keterbatasan pasokan dan permintaan yang kuat ini menunjukkan bahwa harga emas yang lebih tinggi berpotensi bertahan di masa mendatang.
Situasi pasokan yang ketat memberikan dukungan fundamental yang kuat bagi harga emas, menjadikannya pasar yang menarik baik untuk tujuan perdagangan maupun investasi.
Analisis Teknikal Harga Emas
Kisaran harga emas saat ini dan analisis teknikal memberikan prospek jangka panjang yang positif untuk logam mulia ini. Menurut Rudolph, kinerja emas sepanjang tahun 2024, yang telah naik sekitar 35% hingga akhir Oktober, terbukti kompetitif jika dibandingkan dengan aset tradisional seperti saham dan obligasi, serta memberikan manfaat diversifikasi portofolio yang signifikan.
Penurunan harga emas sekitar US$200 atau 6% dari rekor tertinggi pada bulan Oktober di level US$2.790,17 per ons, menuju level terendah minggu ini di US$2.589,73, disebabkan oleh meredanya eskalasi di Timur Tengah dan hilangnya ketidakpastian pasca kemenangan Trump. Hal ini bisa menjadi peluang untuk pembelian jangka panjang, menurut Rudolph.
Dari perspektif analisis teknis, level US$2.600 per ons dianggap menarik oleh investor, karena garis tren naik dari Februari hingga November 2024 sekarang menawarkan level support yang solid.
Namun, jika penurunan harga terus berlanjut dan harga mingguan menutup di bawah level terendah 18 September di US$2.546,86, maka kemungkinan besar koreksi harga akan lebih dalam.
Dalam jangka panjang, ketahanan emas sebagai penyimpan nilai yang telah teruji selama berabad-abad terus menarik minat investor yang mencari stabilitas di tengah ketidakpastian ekonomi.
Analis pasar umumnya mempertahankan proyeksi harga emas yang positif, didorong oleh kombinasi pembelian oleh bank sentral, permintaan investor, dan keterbatasan pasokan.
Harga emas spot, yang diperdagangkan pada US$2.618,92 per ons pada 12 November, kemudian turun menjadi US$2.576,14 per ons pada Rabu waktu AS, dengan kerugian harian sebesar 0,85%.
Harga emas mengalami penurunan baru-baru ini, namun tetap memiliki prospek yang positif dalam jangka panjang. Beberapa faktor mendukung ini, termasuk permintaan yang terus meningkat dari bank sentral, ketegangan geopolitik, inflasi yang masih menjadi kekhawatiran, dan keterbatasan pasokan emas.
Meskipun ada penurunan harga saat ini, terutama setelah mencapai level tertinggi, hal tersebut dapat dianggap sebagai kesempatan untuk membeli emas dengan harga lebih rendah.
Menurut analisis teknikal, level harga sekitar US$2.600 per ons dianggap menarik, dan potensi kenaikan jangka panjang tetap kuat karena fundamental yang mendukung, termasuk pembelian besar-besaran oleh bank sentral dan permintaan investasi yang tinggi.
Dengan stabilitas dan daya tarik emas sebagai aset safe haven, terutama dalam ketidakpastian ekonomi dan politik, harga emas diperkirakan akan terus mencatatkan kenaikan di masa depan.
Tidak ada komentar: