Harga Emas Berpotensi Melonjak Tinggi, Dedolarisasi BRICS Jadi Katalis Utama

Harga emas mencatat kenaikan signifikan pada Kamis waktu AS, sejalan dengan tren bullish yang didorong oleh sejumlah faktor utama. Pelemahan indeks dolar AS, kenaikan harga minyak mentah, dan turunnya imbal hasil Obligasi Pemerintah AS menjadi pendorong utama penguatan harga emas. Selain itu, tren dedolarisasi yang dipelopori oleh BRICS turut menjadi katalis positif.

Harga Emas Berpotensi Melonjak Tinggi, Dedolarisasi BRICS Jadi Katalis Utama


BRICS, organisasi yang terdiri dari Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, kini telah memperluas keanggotaannya dengan masuknya Ethiopia, Iran, Mesir, dan Uni Emirat Arab (UEA). 

Indonesia juga tercatat sebagai salah satu dari 13 negara mitra baru BRICS, bersama negara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Turki.

Pada perdagangan terbaru, harga emas berjangka untuk pengiriman Desember mengalami kenaikan sebesar US$23,2, mencapai level US$2.742,7 per ounce. 

Jim Wyckoff, analis logam dari Kitco Metals, menyebutkan bahwa dalam KTT BRICS di Kazan, Rusia, pada 22-24 Oktober 2024, Presiden Rusia Vladimir Putin memperkenalkan kerangka kerja pembayaran internasional baru.

Langkah ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS, yang dinilai sering digunakan sebagai alat politik oleh negara-negara Barat.

Sistem mata uang baru BRICS yang dikenal sebagai BRICS Bridge telah diperkenalkan sebagai alternatif sistem SWIFT. Sistem ini dirancang menggunakan blockchain, token, dan mata uang digital, dengan tujuan mengurangi ketergantungan pada sistem keuangan global yang didominasi oleh AS. 

Langkah ini juga mencerminkan upaya negara-negara non-Barat untuk menghindari risiko pengecualian dari jaringan keuangan internasional. Meski inisiatif ini ambisius, pelaksanaannya secara praktis masih memerlukan waktu dan penyempurnaan.

Namun, rencana ini tidak lepas dari tantangan. Ancaman dari AS bahwa bekerja sama dengan sistem keuangan Rusia dapat menyebabkan hilangnya akses ke dolar AS menjadi salah satu hambatan besar. 

Meski begitu, Presiden China, Xi Jinping, mendukung gagasan memperluas keanggotaan BRICS, terutama untuk negara-negara di belahan bumi selatan. Dedolarisasi yang diprakarsai BRICS ini berpotensi menjadi faktor positif jangka panjang bagi pasar emas.

Menurut Jim Wyckoff dari Kitco Metals, secara teknikal harga emas menawarkan peluang keuntungan jangka pendek yang menarik. 

Target bullish emas selanjutnya adalah menembus level resistensi di US$2.800, sementara target bearish berada di US$2.650. Level resistensi awal berada di US$2.772,6 dan US$2.800, sedangkan level support emas terlihat di US$2.728,7 dan US$2.722,1. 

Tren dedolarisasi yang didorong oleh negara-negara anggota BRICS memiliki potensi besar untuk mengerek harga emas ke level yang luar biasa tinggi. Hal ini ditegaskan oleh Andy Schectman, President dan Pemilik Miles Franklin Precious Metals. 

Dalam wawancaranya dengan Kitco News (22/10), Schectman mengungkapkan bahwa pertemuan BRICS Summit pekan ini memperkuat gerakan dedolarisasi serta perubahan besar dalam sistem moneter global. 

Jika skenario ini terwujud, emas bisa direvaluasi hingga mencapai US$150.000 per ounce, jauh melampaui harga saat ini yang berada di kisaran US$2.700 per ounce.

Schectman juga menekankan bahwa pertemuan para pemimpin BRICS berpotensi mempercepat reset sistem moneter global. Salah satu konsekuensi yang tak terhindarkan adalah percepatan dedolarisasi, yang dapat menciptakan sistem keuangan dunia yang baru dan mendorong revaluasi aset seperti emas.

Prediksi ini juga didukung oleh fakta bahwa utang pemerintah AS yang terus membengkak menjadi salah satu pemicu utama dedolarisasi global. 

Saat ini, utang pemerintah AS tercatat mencapai US$36 triliun, dengan laju utang baru sekitar US$1 triliun setiap 90 hari. 

Schectman menyebut bahwa dolar AS sedang mengalami kehancuran akibat utang yang terus melonjak, menciptakan peluang besar bagi emas untuk bersinar di pasar global.

Negara-negara anggota BRICS dan berbagai bank sentral di dunia telah memperkuat cadangan emas mereka dalam beberapa tahun terakhir sebagai langkah strategis menghadapi potensi perubahan sistem keuangan global. 

Andy Schectman, Presiden Miles Franklin Precious Metals, menjelaskan empat skenario yang mungkin terjadi dalam proses pengaturan ulang sistem moneter global.

Salah satu skenario yang diuraikan Schectman adalah penilaian ulang harga emas. Ia menjelaskan bahwa jika kepemilikan emas AS yang lebih dari 8.000 metrik ton yang hingga kini belum pernah diaudit dinilai ulang pada tingkat yang memungkinkan neraca keuangan seimbang dengan kewajiban, maka harga emas bisa mencapai US$150.000 per ounce.

"Hal ini terdengar luar biasa, tetapi jika langkah tersebut diambil, maka neraca keuangan akan kembali bersih dengan tingkat aset yang jauh lebih tinggi," jelas Schectman. Prediksi ini memperkuat pandangan bahwa emas memiliki peran penting sebagai aset strategis di tengah ketidakpastian global.

Dedolarisasi yang diinisiasi oleh negara-negara BRICS serta tren global bank sentral yang memperkuat cadangan emas menunjukkan pentingnya logam mulia ini dalam menghadapi potensi perubahan sistem keuangan global. 

Proyeksi bahwa harga emas dapat direvaluasi hingga US$150.000 per ounce menyoroti dampak signifikan dari meningkatnya utang AS dan langkah negara-negara non-Barat untuk mengurangi ketergantungan pada dolar.

Langkah ini bukan hanya mencerminkan strategi geopolitik, tetapi juga penegasan kembali posisi emas sebagai aset bernilai tinggi dalam menjaga stabilitas ekonomi. 

Bagi investor, tren ini dapat menjadi peluang untuk mempertimbangkan emas sebagai bagian penting dalam diversifikasi portofolio jangka panjang.

Harga Emas Berpotensi Melonjak Tinggi, Dedolarisasi BRICS Jadi Katalis Utama Harga Emas Berpotensi Melonjak Tinggi, Dedolarisasi BRICS Jadi Katalis Utama Reviewed by Dita Khafifah on November 12, 2024 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.