Harga emas hari ini mengalami penurunan akibat penguatan dolar Amerika Serikat (AS), setelah data tenaga kerja terbaru mempengaruhi ekspektasi pasar terkait pemangkasan suku bunga The Federal Reserve pada rapat November 2024.
Menurut Reuters (7/10), harga emas spot turun 0,2% menjadi US$2.648,21 per ounce pada Senin waktu AS, setelah sebelumnya mencapai rekor tertinggi sepanjang masa di US$2.685,42 pada 26 September. Harga emas berjangka AS juga turun 0,1%, menjadi US$2.666 per ounce.
Indeks dolar AS (DXY) tercatat naik ke level tertinggi dalam 7 pekan, menjadikan harga emas lebih mahal bagi pembeli dengan mata uang lain. Meskipun demikian, penguatan dolar AS diperkirakan hanya bersifat sementara.
Harga emas mengalami penurunan hari ini akibat penguatan dolar AS, setelah rilis data ketenagakerjaan yang mengurangi ekspektasi pasar terhadap potensi pemangkasan suku bunga The Federal Reserve pada rapat November 2024.
Dilansir dari Reuters (7/10), harga emas spot turun sebesar 0,2% menjadi US$2,648.21 per ounce pada hari Senin waktu AS, setelah sebelumnya mencapai rekor tertinggi sepanjang masa di US$2,685.42 pada 26 September. Sementara itu, harga emas berjangka AS juga turun 0,1%, menjadi US$2,666 per ounce.
Indeks dolar AS (DXY) tercatat menguat hingga level tertinggi dalam 7 pekan, yang membuat emas menjadi lebih mahal bagi pembeli dengan mata uang selain dolar. Meskipun demikian, penguatan dolar ini diperkirakan hanya bersifat sementara.
Peter A. Grant, Wakil Presiden dan ahli strategi logam di Zaner Metals, menilai bahwa penguatan dolar saat ini merupakan hambatan jangka pendek yang menunda pencapaian harga emas ke level tertinggi baru.
Namun, ia masih melihat potensi harga emas untuk mencapai US$2.700 dalam jangka pendek, dan tetap mempertahankan target jangka panjangnya di US$3.000.
Menurutnya, permintaan terhadap aset safe haven seperti emas diperkirakan akan meningkat seiring ketegangan geopolitik dan ketidakpastian politik menjelang Pemilu AS pada November 2024.
Emas batangan terus dipandang sebagai aset pelindung terhadap ketidakpastian ekonomi dan geopolitik, dan biasanya naik pesat ketika suku bunga berada di level rendah. Para pelaku pasar kini memperkirakan peluang 86% bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 0,25% pada November, setelah pemangkasan 0,5% pada September.
Laporan ketenagakerjaan AS yang dirilis pekan lalu memperkuat pandangan bahwa ekonomi AS tidak membutuhkan pemangkasan suku bunga yang signifikan pada sisa tahun ini.
Saat ini, pasar menunggu rilis risalah rapat kebijakan The Fed terbaru serta data Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Indeks Harga Produsen (PPI) AS yang akan dirilis dalam pekan ini. Di sisi lain, Bank Sentral Tiongkok (PBoC) memilih untuk menahan pembelian emas cadangannya selama lima bulan berturut-turut pada September 2024.
Ahli strategi pasar IG, Yeap Jun Rong, menyatakan bahwa meskipun harga emas tengah tinggi, China memilih untuk menahan pembelian dalam jangka pendek, namun tren pembelian emas oleh negara tersebut kemungkinan besar akan kembali berlanjut di masa depan.
Kesimpulannya, meskipun harga emas mengalami penurunan sementara akibat penguatan dolar AS, prospek jangka pendek dan jangka panjang tetap positif. Penguatan dolar diperkirakan hanya bersifat sementara, sementara ketegangan geopolitik dan ketidakpastian politik menjelang Pemilu AS dapat meningkatkan permintaan terhadap emas sebagai aset safe haven.
Dengan prediksi harga emas yang berpotensi mencapai US$2.700 dalam waktu dekat dan target jangka panjang di US$3.000, investasi emas masih dianggap sebagai pilihan yang menarik.
Meskipun faktor eksternal seperti kebijakan The Fed dan pembelian emas oleh China turut mempengaruhi dinamika harga emas, secara keseluruhan, tren emas sebagai pelindung nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian ekonomi tetap terjaga.
Tidak ada komentar: